Friday, 27 February 2015

Mengkaji Kebenaran Kisah Batu Akik Sulaiman

Mengkaji Kebenaran Kisah Batu Akik Sulaiman


Kenapa gems yang banyak diincar dan diburu oleh para kolektor ini diberi nama batu Akik Sulaiman? Apa yang membuatnya istimewa? Mitos dan kisah spiritual apa yang ada di baliknya? Artikel ini akan coba menjawab pertanyaan seputar batu Akik yang sering dikaitkan dengan Nabi Sulaiman ini.

Batu Akik selain dimanfaatkan sebagai perhiasan untuk menunjang penampilan, biasanya oleh sebagian orang juga difungsikan untuk hal lain. Bagi para penghobi, kesenangan mereka terhadap sebuah batu mulia lebih diaktualisasikan ke dalam bentuk koleksi. Sementara bagi sebagian orang lainnya, ada juga yang memanfaatkan Akik untuk tujuan tertentu yang bersifat spiritual. Nah untuk tujuan spiritual ini, orang-orang menggunakan batu yang diyakini memiliki tuah, termasuk batu yang disebut sebagai Akik Sulaiman.
Batu Akik Sulaiman

Kisah Batu Akik Sulaiman


Dalam berbagai kisah yang beredar, kita akan sangat mudah menemukan cerita tentang cincin yang pernah digunakan oleh Nabi Sulaiman AS. Dalam kisah tersebut dikatakan bahwa Nabi Sulaiman memiliki sebuah cincin yang berasal dari langit dan memiliki empat sisi berkekuatan dahsyat. Cincin tersebut menjadi penanda statusnya sebagai seorang raja.

Cincin Nabi Sulaiman itu kemudian dicuri oleh sesosok jin. Gara-gara kehilangan cincinnya, Sang Nabi yang dianugerahi mukjizat untuk menguasai angin, burung, dan bangsa jin ini diceritakan kehilangan kekuatannya sehingga terpaksa mengembara ke luar istana. Sampai pada akhirnya, Beliau menemukan kembali cincin tersebut di dalam perut ikan.

Benarkah kebenaran kisah di atas?

Sebagian besar ulama sangat meragukan kebenarannya, bahkan memvonisnya sebagai cerita yang batil. Alasannya karena dasar cerita tersebut hanya berupa nukilan yang tidak sahih dan bukan berasal dari sumber terpercaya. Jika dipercaya sebagai kebenaran mutlak, justru dikhawatirkan akan menjadi fitnah dan penistaan agama. Dari sisi hakikat ajarannya, sangat jelas Islam hanya menghamba kepada Allah Swt. sehingga tidak membenarkan ketergantungan kepada zat atau hal lain, apalagi terhadap batu yang dianggap memiliki kekuatan tertentu. Jadi jika ingin mengkaji kebenaran tentang batu Akik Sulaiman, sebaiknya menelaahnya secara cermat dan bijak supaya tidak mengarah kepada kesesatan yang menjadi dalih pembenaran dalam hal pemakaian jimat.

Keberadaan Batu Akik Sulaiman

Namun tidak dapat dipungkiri, fenomena keberadaa batu Akik Sulaiman telah populer belakangan ini. Batu-batu tersebut memang bukan cincin asli yang pernah dikenakan oleh Nabi Sulaiman, tapi disebutkan telah diisi khodam jin yang pernah menjadi pasukan Beliau. Orang-orang yang memburu cincin itu, ingin mendapatkan manfaat spiritual yang diklaim terkandung ada di dalamnya.

Batu Akik Sulaiman yang diyakini berkhodam kini sangat marak diperdagangkan di berbagai tempat mulai dari kaki lima, penjual online, hingga toko-toko permata. Varian dan jenisnya cukup beragam, dimana masing-masing memiliki perbedaan dalam hal warna serta bentuk seratnya. Beberapa diantaranya adalah batu Akik Sulaiman Wulung, Madu, Tapak Jalak, Panca Warna, Madu, Jungjung Derajat, Combong, dan masih banyak lagi. Peminatnya pun tidak sedikit. Bahkan dalam sebuah pameran di Bengkulu, gems ini pernah tercatat laku hingga harga 250 juta rupiah.

Daya tarik terbesar bagi para pemburu batu Akik ini memang terletak pada tuahnya. Sebagai permata yang identik dengan Nabi Sulaiman, para kolektor percaya dengan khasiatnya dalam bidang kekayaan dan kewibawaan. Memang bukan hal yang baru lagi bahwa batu Akik sering dikaitkan dengan kisah-kisah relijius. Selain batu Akik Sulaiman, ada lagi contoh lain misalnya batu Darah Kristus yang dimitoskan berasal dari tetesan darah Yesus Kristus saat disalib. Hal-hal seperti ini menjadi sebuah fenomena yang perlu dipahami agar tidak menodai nilai-nilai keagamaan.

Menggemari batu Akik bukanlah suatu hal yang sebetulnya perlu dipermasalahkan. Tapi sekali lagi, butuh pandangan yang bijak dan tegas jika penggunaannya telah menyentuh batas-batas nilai agama atau kepercayaan yang dianut.